Keputusan Mahkamah Agung Kurangi Hukuman Mardani H Maming: Sinyal Buruk bagi Pemberantasan Korupsi!

7 November 2024 | 8
Tersangka kasus dugaan suap Mardani H Maming berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/8/2022). Mantan Bupati Tanah Bumbu tersebut diperiksa terkait kasus dugaan suap izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu . ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.(ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Mediajustitia.com – Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM meminta Komisi Yudisial (KY) mengambil tindakan setelah Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk mengurangi hukuman mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming, dalam kasus korupsi dari 12 tahun menjadi 10 tahun penjara. Anggota KY, Joko Sasmito, menyampaikan bahwa KY akan mempelajari keputusan tersebut secara mendalam.

KY belum menerima salinan putusan peninjauan kembali (PK) terkait kasus Mardani, dan laporan terkait dugaan pelanggaran etik hakim dalam perkara ini juga belum diterima. KY berencana mencari salinan putusan untuk menganalisisnya secara menyeluruh. 

Sebagai langkah pemantauan, KY sebelumnya telah mengirimkan surat kepada pimpinan MA selama proses persidangan PK berlangsung karena perhatian publik yang besar terhadap kasus ini.

Mahkamah Agung memutuskan untuk mengurangi hukuman Mardani H Maming menjadi 10 tahun penjara. Sebelumnya, Mardani dinyatakan bersalah menerima suap terkait izin tambang saat menjabat sebagai bupati, dan hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin menghukumnya dengan 10 tahun penjara, denda Rp 500 juta, serta kewajiban membayar uang pengganti Rp 110 miliar.

Mardani kemudian mengajukan banding, dan hukuman diperberat menjadi 12 tahun penjara, yang dikuatkan hingga ke tingkat kasasi. Namun, Mardani tetap tidak puas dan mengajukan permohonan PK, yang kembali diputuskan oleh MA dengan pengurangan hukuman menjadi 10 tahun, sementara kewajiban membayar uang pengganti tetap sebesar Rp 110 miliar.

Pukat UGM menilai pengurangan hukuman ini memberikan sinyal buruk bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, terutama karena tidak adanya bukti baru yang cukup kuat sebagai dasar pertimbangan. Menurut Zaenur Rohman, pengurangan hukuman ini dapat melemahkan pesan pemberantasan korupsi.

Zaenur juga mendesak Badan Pengawas MA dan Komisi Yudisial untuk mengaktifkan fungsi pengawasan pada kasus ini. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa keputusan majelis hakim murni didasarkan pada pertimbangan hukum dan tidak dipengaruhi oleh faktor nonhukum.

Berita ini telah terbit di detik.com

 

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...