AI Jadi Solusi Cegah Suap dalam Penunjukan Hakim, MA Terapkan Sistem Baru

16 January 2025 | 13

Mediajustitia.comMahkamah Agung (MA) akan mengoptimalkan penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk penunjukan majelis hakim, termasuk di pengadilan tingkat pertama. Langkah ini diambil untuk menghindari masalah yang pernah terjadi, seperti dalam kasus vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Hal ini diungkapkan oleh Juru Bicara MA, Yanto, pada konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/1).

Menurut Yanto, saat ini MA sudah menggunakan sistem AI bernama “Smart Majelis” untuk memilih hakim agung yang menangani perkara. Namun, sistem ini masih belum diterapkan di pengadilan tingkat pertama maupun banding. “Penunjukan hakim agung di MA sudah menggunakan sistem ini. Jadi, yang menentukan bukan lagi ketua, tetapi mesin yang sudah kami gunakan,” jelas Yanto.

Dengan sistem ini, pemilihan majelis hakim didasarkan pada keahlian, beban kerja, dan kompleksitas perkara. Ke depannya, “Smart Majelis” akan dikembangkan agar bisa digunakan di semua tingkat pengadilan, termasuk tingkat pertama dan banding, untuk memastikan pemilihan hakim yang lebih adil dan transparan.

Di sisi lain, Kejaksaan Agung menetapkan mantan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, Rudi Suparmono, sebagai tersangka dalam kasus suap yang terkait dengan vonis bebas Ronald Tannur. Rudi diduga menerima suap untuk mengatur siapa saja yang akan menjadi hakim dalam kasus tersebut. Rudi ditangkap pada Selasa (14/1) dan langsung ditetapkan sebagai tersangka. Saat ini, Rudi ditahan di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Selatan.

Menurut Kejaksaan Agung, penangkapan Rudi bermula ketika pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat, meminta pertemuan dengan Rudi, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, Lisa memastikan susunan majelis hakim yang akan menangani perkara Ronald Tannur. Rudi mengonfirmasi bahwa hakim yang ditunjuk adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, yang sedang menghadapi perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.

Rudi kemudian menerima uang suap sebanyak 20.000 dolar Singapura dari salah satu hakim yang terlibat, serta 43.000 dolar Singapura dari Lisa Rahmat. Terkait perbuatannya, Rudi dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berita ini telah terbit di antaranews.com

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...