MediaJustitia.com: Mewadahi pertemuan dan diskusi berbagai pihak, Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia Jakarta Selatan (DPC PERADI Jaksel) adakan Diskusi Publik dengan menyandang topik “Problematika dalam Penegakan Kode Etik Advokat di Tengah Kondisi Organisasi Advokat Saat Ini”
“Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui pandangan beberapa pihak terhadap problematika yang ada dan mendapat solusi atas masalah tersebut,” ujar Oktavian Adhar, S.H. (Ketua Pelaksana).
Diselenggarakan secara hybrid, kegiatan dihadiri oleh 106 peserta secara luring dan 128 peserta yang tergabung melalui Zoom Meeting.
Octolin H. Hutagalung, S.H., M.H. (Ketua DPC PERADI Jaksel) berharap, kegiatan diskusi publik dapat membuahkan solusi konkrit terkait kode etik agar Advokat lebih memiliki tanggung jawab moral lagi dalam berpraktik.
DPC PERADI Jaksel menghadirkan Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.C.L., M.M. (Ketua Umum DPN PERADI); H. Arsul Sani, S.H., M.Si (Wakil Ketua MPR RI dan Anggota DPR Komisi III); Dr. (c) TM Luthfi Yazid, S.H., LL.M, CIL.,CLI.,; serta Prof. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum (Wakil Menteri Hukum & HAM RI) yang disayangkan berhalangan hadir karena ada agenda kementerian.
Pandangan Narasumber
Dengan dimoderatori oleh Fristian Griec, ketiga narasumber memaparkan pandangannya masing-masing.
Dalam paparannya, Otto Hasibuan menekankan penerapan single bar system. Menurutnya, profesi Advokat adalah profesi yang mulia (officium nobile), untuk itu harus jadi yang terbaik di antara yang terbaik.
“Kuncinya satu, kita mau jadi advokat yang melindungi pencari keadilan atau kita hanya mau melindungi diri kita sendiri? Kalau memang mau meningkatkan kualitas untuk melindungi pencari keadilan, maka tidak ada yang lebih baik selain single bar,” pungkasnya.
Baca juga : Solusi Organisasi Advokat Indonesia : “Single Bar System is a Must!”
Sementara itu, pandangan Luthfi Yazid lebih menegaskan pada penerapan single regulator regime. Di mana dalam single regulator regime, akan ada satu Dewan Kehormatan yang terdiri dari organisasi-organisasi advokat yang sudah melampaui.
“Berkompetisilah secara elegan, jangan saling mencecar ataupun menjatuhkan. Apa yang kita perjuangkan sama, yakni bagaimana kita memproteksi kepentingan hukum mereka (pencari keadilan) secara maksimal,” imbuhnya.
Dari sudut pandang regulator, Asrul Sani memaparkan mengenai revisi Undang-Undang Advokat. Menurutnya, penegakan kode etik untuk menjaga marwak advokat sebagai officium nobile memerlukan penguatan melalui perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
“Meskipun belum masuk prolegnas, Komisi III DPR senantiasa menerima masukan terkait substansi UU Advokat, khususnya dari kalangan Advokat dan Organisasi Advokat,” ujarnya.
Paparan narasumber disambut dengan antusias oleh para peserta pada sesi diskusi yang berlangsung dengan intens. Para peserta aktif melontarkan pertanyaan terkait topik yang diangkat.