Mediajustitia.com – Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Kampus Jakarta menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk Pergeseran Politik Hukum Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi Menuju Upaya Memaksimalkan Asset Recovery dan TPK pada Korporasi. Seminar yang berlangsung di Gedung UGM Tower B, Jakarta Selatan, pada tanggal 1 November 2024 ini dihadiri oleh mahasiswa, alumni, hakim, advokat, mitra-mitra MIH UGM, serta perwakilan institusi pemerintah dan swasta.
Seminar ini dibuka oleh Andrianto Dwi Nugroho, S.H., Adv., LL.M., LL.D., Wakil Dekan Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerja Sama Fakultas Hukum UGM. Dalam sambutannya, Andrianto menyampaikan harapannya untuk menemukan solusi dalam memberantas korupsi di Indonesia.
“Harapan kita adalah suatu saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat dibubarkan dengan makna bahwa Indonesia telah bebas dari korupsi. Seminar ini diharapkan menjadi bagian dari diskusi untuk menghapuskan korupsi di Indonesia,” tambahnya.
Febri Diansyah, S.H yang bertindak sebagai moderator, menekankan bahwa isu pemberantasan korupsi ini penting dan relevan bagi masa depan Indonesia. Menurutnya, diskusi ini diharapkan dapat menjadi langkah menuju perbaikan dalam penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi (TPK) di Indonesia.
Beberapa narasumber yang dihadirkan dalam seminar ini antara lain:
Ahmad Sahroni membahas materi terkait “Pemberantasan Korupsi Melalui Prinsip Ultimatum Remedium.” Menurutnya, prinsip ini lebih menitikberatkan pada pemulihan kerugian negara sebagai prioritas, bukan sekadar hukuman pidana. Ia menekankan pentingnya mengadopsi prinsip ini dalam undang-undang Indonesia.
Pada sesi awal pemaparan materi, Ahmad Sahroni mengungkapkan harapannya agar dalam 4-5 tahun mendatang, tingkat korupsi di Indonesia bisa berkurang secara signifikan sehingga kondisi negara menjadi lebih baik. Ia juga menyoroti berbagai kasus korupsi yang melibatkan oknum di berbagai instansi.
Dr. Hendry membahas tentang “BUMN, Kerugian Keuangan Negara, dan Business Judgment Rule (BJR).” Menurutnya, ada perbedaan antara kerugian negara dan kerugian keuangan negara, khususnya dalam konteks pasal 2 dan 3 UU Tipikor.
Ia menjelaskan bahwa meski kerugian BUMN dapat merugikan negara, belum tentu dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara. Dr. Hendry juga menyoroti perlunya BUMN untuk menjalankan debirokratisasi, depolitisasi, dan de-link dalam pengelolaan.
Dr. Akbar menyampaikan materi mengenai “Perkembangan TPK Pasca KUHP Baru & Arah Pemindanaan Korporasi.” Dalam paparannya, ia menekankan pentingnya kerugian yang dialami BUMN akibat tindakan melawan hukum harus diselesaikan dengan parameter yang tepat, seperti ganti rugi dan sanksi internal. Menurutnya, hukum pidana seharusnya menjadi pilihan terakhir dalam penyelesaian kasus korupsi.
Pada sesi tanya jawab, peserta aktif berinteraksi dengan para narasumber. Salah satu pertanyaan diajukan oleh Ana, alumni Magister Ilmu Hukum UGM, yang mempertanyakan RUU Perampasan Aset yang belum efektif diterapkan.
Ana juga meminta pandangan Ahmad Sahroni terkait wewenang kejaksaan dalam penuntutan, terutama mengingat adanya lembaga lain seperti TNI dan KPK yang juga memiliki wewenang penuntutan dalam kasus-kasus tertentu.
“Kejaksaan seharusnya menjadi satu-satunya institusi penuntut umum. Namun, saya mengakui bahwa setiap lembaga memiliki pendekatan dan perspektif yang berbeda dalam menyusun aturan terkait penegakan hukum,” ujar Sahroni.
Dalam sesi wawancara dengan Dr. Hendry Julian, ia menjelaskan perbedaan antara kerugian yang dialami BUMN dan kerugian keuangan negara.
“Tidak semua kerugian BUMN dapat dianggap sebagai kerugian keuangan negara. Untuk mengkategorikan kerugian tersebut sebagai kerugian keuangan negara, harus ada bukti terkait saham, nilai, atau dividen yang dimiliki oleh pemerintah. Jika hal ini dapat dibuktikan, maka kerugian tersebut bisa dikualifikasikan sebagai kerugian keuangan negara,” ujarnya.
Selanjutnya, dalam wawancara dengan Dr. Ninik Darmini, S.H., M.Hum, Ketua Prodi MIH UGM (Kampus Jakarta), beliau menjelaskan bahwa tujuan utama dari seminar ini adalah untuk memberikan masukan kepada pemerintah dan lembaga perwakilan.
“Harapannya, dunia akademisi turut menyuarakan pentingnya penanganan korupsi agar upaya ini didukung oleh semua elemen, baik itu pemerintah, legislatif, yudikatif, maupun masyarakat,” ujarnya.
Dr. Ninik Darmini menutup seminar nasional dengan menyampaikan bahwa acara tersebut berlangsung dengan lancar dan menghasilkan banyak wawasan dari diskusi yang telah dilakukan. Ia berharap pembahasan dalam seminar ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, serta mengucapkan terima kasih kepada para narasumber, profesor, dan seluruh peserta yang hadir.