MediaJustitia.com: Komisi Pemilihan Umum (KPU) mewajibkan Peserta Pemilu 2023 mengirimkan Laporan Pemberi Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK). Hal ini dilakukan untuk menjunjung nilai transparansi Dana Kampanye.
Laporan dana kampanye Pemilu presiden dan wakil presiden terdiri dari tiga, yakni Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), LPSDK dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). Hal tersebut diatur dalam Pasal 22 PKPU Nomor 18 Tahun 2023.
Melansir dari detik.com Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik menyampaikan ketentuan dalam Pasal 22 Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2023 akan diberlakukan kepada para peserta pemilu 2024.
Informasi identitas pemberi dan jumlah sumbangan untuk keperluan dana kampanye peserta pemilu termuat dalam LPSDK. Pemberi sumbangan dana kampanye terdiri dari perseorangan, perusahaan atau badan usaha non pemerintah.
Sebelumnya, KPU berencana untuk menghapus LPSDK. Namun karena dianggap tidak ada transparansi apabila LPSDK dihapus, para pihak pun menentang rencana tersebut.
Idham mengatakan sebenarnya LPSDK bukan dihapuskan melainkan adanya perubahah pada format waktu yang menjadi harian. Apabila peserta pemilu menerima sumbangan, maka hari itu atau esok wajib diunggah ke dalam system informasi dalam kampanye (Sidakam).
Penghapusan LPSDK sebabkan kesulitan Bawaslu untuk melakukan pengawasan dana kampanye.
“Ya tentu pengawasan kita akan menjadi agak sulit,” kata Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja.
Bagja mengatakan Bawaslu hanya dapat mengawasi pendanaan pemilu melalui Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).
Bagja juga mengatakan penghapusan LPSDK akan menimbulkan masalah bagi Bawaslu.
“Ada masalah, iya. Masalah pasti iya. Tapi tentu yang kita inginkan lebih terbuka nih masalah pengawasan dana kampanye. Laporan awal dan akhir tentu akan kita bandingkan nanti. LPSDK itu kan di tengah-tengah dan kami harapkan instrumennya lebih terbuka dibanding 2019 lalu,” katanya.
Artikel ini telah terbit sebagian di detik.com