Musisi Indonesia Menggugat UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi

13 March 2025 | 16

Mediajustitia.com – Sebanyak 29 musisi Indonesia, termasuk nama-nama besar seperti Ariel NOAH, Armand Maulana, Raisa, hingga Bunga Citra Lestari, resmi mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah ini dilakukan melalui organisasi Vibrasi Suara Indonesia (VISI) demi memperjuangkan keadilan dan kepastian hukum dalam industri musik Tanah Air.

Tujuan Gugatan: Mencari Keadilan bagi Pelaku Industri Musik

VISI menyatakan bahwa undang-undang yang ada saat ini belum sepenuhnya mengakomodasi kepentingan para musisi dan pelaku industri musik lainnya. Dalam unggahan di media sosial, VISI menegaskan keinginan mereka untuk memastikan semua pihak dalam ekosistem musik Indonesia mendapatkan perlakuan yang adil dan penghargaan yang setara atas kontribusinya.

Gugatan ini muncul di tengah banyaknya persoalan terkait royalti dan hak cipta yang menimbulkan kebingungan di kalangan musisi. Mereka berharap MK dapat memberikan putusan yang memperjelas mekanisme royalti serta memperkuat perlindungan hukum bagi para seniman.

Poin-Poin yang Dipermasalahkan VISI

VISI mengajukan beberapa pertanyaan kunci yang menjadi dasar uji materi, di antaranya:

  1. Apakah penyanyi harus mendapatkan izin langsung dari pencipta lagu untuk performing rights?
  2. Siapa saja yang berkewajiban membayar royalti performing rights secara hukum?
  3. Bolehkah ada pihak yang memungut dan menentukan tarif royalti di luar Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan peraturan pemerintah?
  4. Jika terjadi wanprestasi dalam pembayaran royalti, apakah masuk ranah pidana atau perdata?

Dengan gugatan ini, VISI ingin memastikan bahwa tidak ada lagi ketidakjelasan yang berpotensi merugikan musisi dalam memperoleh hak mereka atas royalti dan hak cipta.

Hubungan dengan Kasus Agnez Mo?

Gugatan VISI ini juga bertepatan dengan perdebatan seputar hak cipta yang melibatkan Agnez Mo dan Ari Bias. Ari Bias, sebagai pencipta lagu, memenangkan gugatan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, sementara Agnez Mo mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Meskipun VISI tidak secara langsung mengaitkan gugatan mereka dengan kasus tersebut, isu royalti dan hak cipta yang dipersoalkan VISI sangat relevan dengan polemik seperti ini. Kasus-kasus serupa sering kali menjadi bukti bahwa regulasi saat ini masih menimbulkan banyak perdebatan dan ketidakpastian hukum.

Undang-Undang Hak Cipta dan Perlindungan Musisi

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memberikan hak eksklusif kepada pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Regulasi ini melindungi berbagai karya, termasuk musik, film, perangkat lunak, dan karya seni lainnya.

Namun, VISI menilai bahwa perlindungan yang diberikan UU Hak Cipta masih belum optimal bagi musisi. Salah satu ketentuan dalam undang-undang ini adalah hak cipta berlaku sepanjang hidup pencipta dan berlanjut hingga 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Kendati demikian, mekanisme pengelolaan royalti dan hak performing rights masih dianggap membingungkan dan belum sepenuhnya berpihak pada musisi.

Proses di Mahkamah Konstitusi

Gugatan ini akan melalui serangkaian persidangan di Mahkamah Konstitusi, yang akan menilai apakah pasal-pasal dalam UU Hak Cipta memang bertentangan dengan konstitusi dan merugikan para musisi. VISI berharap MK dapat memberikan keputusan yang lebih berpihak kepada pelaku industri musik, sehingga tercipta sistem yang lebih adil dan transparan.

Selain itu, mereka juga berharap agar pemerintah dan legislator lebih memperhatikan aspirasi para seniman dalam penyusunan regulasi terkait hak cipta di masa depan. Dengan demikian, industri musik Indonesia dapat berkembang dengan sistem yang lebih kondusif, adil, dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...