Mediajustitia.com – Baru-baru ini dunia profesi hukum kembali menjadi sorotan, bukan karena prestasi namun kali ini lebih karena sensasi. Apa yang menjadi cita-cita luhur profesi advokat yakni sebagai profesi officium nobile menjadi bak jauh panggang daripada api.
Prilaku minor dan jauh dari kesan profesi terhormat tercermin dari peristiwa yang terjadi di suatu Pengadilan Negeri baru-baru ini. Hal mana terdapat suatu peristiwa seorang advokat yang naik ke Meja pada Ruang sidang dan terjadi beberapa peristiwa keributan yang sontak menjadi perhatian masyarakat pada profesi ini.
Keprihatinan ini bukan tanpa sebab, hal mana sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”) dengan tegas menyatakan bahwa advokat wajib menjalankan profesinya dengan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan profesi serta tunduk pada kode etik profesi, bukan justru dengan mempermalukan dirinya sendiri dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak pantas dan layak di dalam ruang persidangan.
“Tidak ada asap jika tak ada api, tercorengnya profesi advokat tidak lepas dari peran advokat itu sendiri, organisasi advokat, lembaga yudikatif dan eksekutif yang memiliki porsi masing-masing dalam menimbulkan situasi darurat advokat ini,” tegas Ojak Situmeang yang merupakan seorang Advokat dan Bendahara Umum Perkumpulan Konsultan Hukum dan Pengacara Pertambangan Indonesia (PERKHAPPI).
Tidak adanya kesempahaman dan ego sentris diantara masing-masing advokat yang terdapat pada suatu organisasi advokat, ambiguitas eksistensi produk Mahkamah Agung RI yang tercermin pada Surat KMA No. 73/KMA/HK.01/IX/2015 dan minimnya peran serta political will pemerintah dalam membenahi persoalan ini membuat dunia profesi advokat semakin menghadapi jalan yang terjal.
Disatu sisi, diskursus terkait organisasi advokat yakni single bar atau multi bar masih terus ramai diperdebatkan di kalangan profesi advokat. Transformasi bentuk organisasi advokat dari single bar ke multi bar dipertegas dengan adanya Surat Keputusan Mahkamah Agung No. 73/KMA/HK.01/IX/2015 yang pada pokoknya mengatur bahwa Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) memiliki kewenangan untuk melakukan penyumpahan terhadap advokat yang memenuhi syarat dari organisasi manapun, hal mana tentunya sangat bertentangan dengan Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat yang mengatur tentang wadah tunggal Organisasi Advokat.
Sampai dengan tahun 2024 terdapat lebih dari 46 organisasi advokat yang telah eksis dan melakukan pendidikan, ujian dan pengangkatan advokat dengan masing-masing standar prosedur, kompetensi, dan motivasi yang berbeda-beda.
Lahirnya berbagai organisasi advokat ini tentunya menimbulkan anomali tersendiri dalam penegakan hukum, hal ini di picu dengan adanya standarisasi yang sama, mulai dari perekrutan, pendidikan, pengangkatan advokat sampai dengan penegakan kode etik. Hal ini sekaligus menyebabkan sulitnya pengawasan dan pemberian sanksi kode etik kepada advokat, karena masing-masing advokat yang diberikan sanksi dapat dengan mudahnya pindah ke organisasi lainnya
Ketidakteraturan organisasi advokat ini membawa dampak negatif terhadap advokat dan proses penegakan hukum, dapat dibayangkan jika pembiaran ini berlanjut dan berkepanjangan maka profesi Advokat itu sendiri menjadi dipandang disebelah mata dan rawan terjadinya malapraktik advokat. Sehingga tujuan dari fungsi dari organisasi advokat untuk meningkatkan kualitas profesi advokat itu sendiri menjadi sulit tercapai.
Hal ini diperparah dengan minimnya perhatian dan dukungan dari lembaga eksekutif dan yudikatif dalam menjalankan peran dan fungsi monitoring baik terhadap advokat dan organisasi advokat yang memberikan dampak langsung terhadap perolehan akses keadilan termasuk bagi masyarakat marginal dan rentan.
Oleh sebab itu, revisi UU Advokat perlu segera dilakukan oleh lembaga legislatif agar organisasi advokat memiliki kompetensi yang dapat teruji dan terukur, memiliki standardisasi dalam sistem pengangkatan advokat dan penegakan kode etik yang tegas dan akuntabel.
Ditulis oleh:
Ojak Situmeang, S.H., M.H., C.L.A., CTLC
Advokat, Kurator & Pengurus, Bendahara Umum PERKHAPPI