MediaJustitia.com: Sebuah unggahan video Satpol PP Bandung melakukan razia di hotel-hotel, ramai diperbincangkan di media sosial pada Kamis (22/12/2022). Sejumlah warganet menyoroti razia yang disebut hanya dilakukan di hotel-hotel kelas melati, dan tidak dilakukan di hotel berbintang.
Selain itu, ada pula warganet yang menanyakan soal dasar hukum razia tersebut apakah masih diperbolehkan, kaitannya dengan aturan KUHP yang terbaru. Dalam KUHP terbaru disebutkan, Satpol PP tidak lagi berwenang melakukan razia di hotel-hotel. “Privasi sudah tidak berlaku,” tulis pengunggah dalam twitnya.
Tanggapan Ahli Hukum
Ahli Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra mengatakan, saat ini Satpol PP masih memiliki kewenangan untuk melakukan razia di hotel.
“Pol PP memang saat ini masih mempunyai kewenangan berdasarkan Peraturan Daerah melakukan penggerebekan atau penggeledahan di hotel,” ujar Azmi saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (24/12/2022).
Terkait razia yang dilakukan Satpol PP di Bandung, dasar hukumnya adalah Perda Bandung No. 9 Tahun 2019 tentang Ketertiban Umum, Ketenteraman, dan Perlindungan Masyarakat. Kegiatan razia ini termasuk dalam bagian Operasi Yustisi Satpol PP Kota yang melibatkan berbagai unsur mulai dari Polri, Denpom, dan aparat terkait Kota Bandung.
“Maka bila ada peristiwa yang berdasarkan patroli, temuan, laporan atau pengaduan tentang adanya dugaan tindak pidana di tempat usaha atau penyalahgunaan izin tempat usaha tersebut, maka satpol PP dapat bertindak melakukan kewenangan demi penegakan Perda,” kata Azmi.
Namun Azmi juga menjelaskan, selanjutnya setelah KUHP terbaru mulai berlaku, Satpol PP tidak lagi berhak melakukan razia di hote-hotel.
Satpol PP Tidak Berhak Melakukan Razia
Dikutip dari Kompas.com, Senin (12/12/2022), Eddy mengatakan, berlakunya pasal perzinaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membuat seluruh peraturan daerah (perda) tentang zina tidak berlaku.
“Pasal ini (zina dalam KUHP baru) tetap berlaku, tetapi ada penjelasan. Penjelasannya mengatakan, dengan berlakunya pasal ini, maka semua Perda di bawahnya tidak berlaku,” ucap Eddy dalam konferensi pers bersama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI di Jakarta, Senin (12/12/2022).
Eddy mengungkapkan, perzinaan diatur dalam Pasal 411 KUHP baru. Pada Ayat (1) berbunyi:
“Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II”.
Sementara itu, ayat (2) berbunyi:
“Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan, maupun orangtua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.”
Artinya, seseorang terbukti melanggar atas pasal ini jika terdapat aduan dari pihak-pihak terkait.
“Anda bayangkan jika tidak ada pasal ini, kemudian di daerah yang mereka rajin melakukan sweeping, razia, penggrebekan, itu mereka bisa melakukan ini terhadap siapapun, termasuk turis asing,” ujar Eddy.
“Dengan adanya pasal ini, dia melarang, tidak boleh melakukan penggerebekan dan sebagainya karena sifatnya adalah delik aduan. Jadi tidak boleh ada Perda yang mengatur itu sebagai delik biasa, sementara di KUHP sebagai delik aduan,” lanjut dia.
Artikel ini telah terbit di Kompas