Akta otentik dan akta di bawah tangan tercantum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan pembuktian dengan tulisan secara otentik maupun di bawah tangan. Dalam kacamata hukum, akta merupakan tulisan atau perjanjian yang menerangkan perbuatan hukum dan dapat digunakan sebagai alat bukti atas perbuatan hukum tersebut. Menurut KBBI, akta adalah surat tanda bukti yang berisi pernyataan, keterangan, pengakuan, keputusan, dan sebagainya, tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi.
Pada edukasi hukum kali ini kita akan membahas perbedaan antara akta otentik dan akta di bawah tangan, serta akta apa yang berlaku di muka hukum? Simak selengkapnya sebagai berikut.
Berdasarkan KUHPerdata dijelaskan bahwa akta dibagi menjadi dua yakni akta otentik dan akta di bawah tangan. Perihal tersebut dijelaskan dalam Pasal 1867 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa:
“Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan.”
Selanjutnya, mengutip Pasal 1868 KUHPerdata, “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.” Dengan ini, dapat dipahami bahwa sebuah akta dikatakan otentik apabila memenuhi dua kriteria, yaitu dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan undang-undang dan dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang memiliki wewenang.
Pejabat yang berhak untuk membentuk suatu akta otentik tidak hanya notaris, tetapi semua pejabat tertentu yang diberikan wewenang dan tugas untuk melakukan pencatatan akta yang dimaksud. Dalam hal ini pejabat yang dimaksud ialah Pejabat Kantor Urusan Agama, Pejabat Pencatatan Sipil yang bertugas membuat akta nikah, Serta Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Akta otentik dapat menjadi salah satu alat bukti dalam persidangan yang memberikan kebenaran di hadapan hakim dalam kepemilikan suatu barang, properti, perusahaan, atau perjanjian. Hal ini menjadikan akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang kuat di hadapan hukum dan tidak dapat disangkal keberadaannya di pengadilan dengan syarat tertentu. Pernyataan ini didasarkan pada Pasal 1870 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa: “Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang ada didalamnya.”
Sementara, akta di bawah tangan merupakan sebuah perjanjian yang ditandatangani tanpa perantara seorang pejabat umum. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1874 KUHPerdata sebagai berikut:
“Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum. ….”
Akta di bawah tangan umum nya digunakan dalam suatu perjanjian jual-beli, sewa-menyewa dan lain sebagainya yang ditandatangani oleh kedua belah pihak tanpa adanya peran pejabat umum.
Pasal 1875 KUHPerdata menyebutkan bahwa, “Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu.” Dengan mendasarkan pada ketentuan pasal ini, akta di bawah tangan yang telah ditandatangani dianggap menjadi otentik dimuka hukum dan dianggap kuat sebagai bukti dalam pandangan hukum.
Selain itu, akta dibawah tangan dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata sebagai berikut.
“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa akta autentik merupakan akta yang dianggap sah berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata dengan disetujuinya sebuah perjanjian secara tertulis dihadapan hukum. Sementara, akta di bawah tangan dapat berlaku apabila masih memenuhi syarat sah perjanjian dan mengikat para pihak, sehingga para pihak wajib untuk menjalankan kewajiban berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.