Marak nya penjualan bensin eceran dipinggir jalan, tidak hanya di daerah terpencil namun juga di perkotaan. Layak nya penjual bensin eceran lainnya, para pedagang biasanya menggunakan botol kaca bekas yang digunakan sebagai wadah untuk menampung bensin yang sudah disesuaikan berdasarkan debit liter yang diperlukan. Pedagang lainnya bahkan menjual bensin dengan menggunakan pompa dan memasang plang atau tanda bertuliskan Pertamini” sebagai penanda bagi para pengendara kendaraan bermotor. Dengan biaya modal yang tidak semahal pembuatan suatu SPBU, usaha bensin eceran ini dianggap sebagai sebuah bisnis kecil-kecilan yang kemudian dapat memberikan margin besar kepada sang penjual. Lalu bagaimana aturan mengenai penjualan bensin eceran tersebut?
Pada edukasi hukum kali ini kita akan membahas mengenai aturan yang berlaku mengenai penjualan bensin eceran tersebut.
Sebelum mengetahui mengenai aturan pada penjualan bensin, kita perlu mengetahui mengenai kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang menyangkut penjualan bensin tersebut. Kegiatan usaha minyak dan gas bumi terdiri atas kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir. Usaha penjualan bahan bakar minyak atau BBM termasuk kedalam kegiatan usaha hilir yaitu niaga. Niaga merupakan kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor minyak bumi dan/atau hasil olahnya, termasuk niaga gas bumi melalui pipa.
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Ttahun 2004 tentang kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi, kegiatan usaha hilir dilaksanakan oleh badan usaha yang telah memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh Menteri dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.
Berdasarkan peraturan tersebut dapat dipahami bahwa yang dapat melakukan kegiatan usaha pembelian, penyimpanan, dan penjualan BBM adalah badan usaha, dan bukan perorangan. Peraturan tersebut kemudian dijelaskan pada Pasal 53 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU No 22 Tahun 2001) sebagai berikut:
“Setiap orang yang melakukan:
Sedangkan berdasarkan Pasal 55 UU No 22 Tahun 2001, menjelaskan mengenai pidana bagi perorangan yang menjual BBM bersubsidi sebagai berikut:
“Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahu dan denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah)”
Penjualan BBM eceran sendiri telah dilarang dan termasuk dalam kegiatan ilegal, hal tersebut telah tercantum dalam Pasal 55 UU 22 Tahun 2001 yang mana pada pasal tersebut dijelaskan bahwa siapapun yang meniagakan BBM subsidi pengangkutan ilegal dapat dikenakan denda dan pidana.
Dari ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa penjualan BBM eceran merupakan tindakan yang dilarang. Meski demikian, melalui Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Nomor 6 Tahun 2015 (Peraturan BPH Migas No 6 Tahun 2015) dijelaskan bahwa pihak Pertamina memberikan kesempatan bagi pengusaha kecil untuk menjual BBM secara legal, dimana dalam pasal tersebut disebutkan bahwa koperasi, usaha kecil, maupun sekelompok konsumen yang ingin menjalankan usaha penjualan BBM dikategorikan sebagai sub-penyalur.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan BPH Migas No 5 Ttahun 2015, Sub Penyalur adalah perwakilan dari sekelompok konsumen pengguna jenis BBM tertentu dan/atau jenis BBM khusus penugasan di daerah yang tidak terdapat penyalur dan menyalurkan BBM hanya khusus kepada anggotanya dengan kriteria yang ditetapkan dalam peraturan ini hanya dimana wilayah operasinya berada.
Adapun, syarat untuk menjadi Sub Penyalur adalah sebagai berikut:
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa penjualan bensin dapat dilakukan apabila terdapat konfirmasi dari Pemerintah Daerah setempat mengenai persyaratan dan perizinan untuk menjadi sub penyalur sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 7 Peraturan BPH Migas nomor 6 tahun 2015.