Mengenal Harta dalam Pernikahan, Harta Bersama, dan Perjanjian Pranikah

4 August 2022 | 2826

MediaJustitia.com: Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Biasanya sebelum melangsungkan perkawinan seorang laki-laki atau perempuan, mempunyai hak dan kewajiban yang utuh atas dirinya sendiri. Kemudian setelah mengikatkan diri dalam lembaga perkawinan, maka mulai saat itulah hak kewajiban mereka menjadi satu.

Kesejahteraan dalam keluarga merupakan suatu hak yang paling mendasar atau merupakan hak asasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 36 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang mengatakan bahwa: “Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum”. Berdasarkan pernyataan tersebut, terlihat bahwa kekayaan atau harta benda sangat dibutuhkan dalam suatu perkawinan.

Dalam politik hukum Undang-Undang Perkawinan dalam Pasal 35 (1) diatur tentang harta benda dalam perkawinan yang menyatakan “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”, selanjutnya dalam ayat (2) dinyatakan “Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan hal lain”.

Ketentuan dalam Pasal 35 Undang-Undang Perkawinan ini sejalan dengan Pasal 36 Undang-Undang HAM mengenai pentingnya harta benda, sehingga perlu adanya penegasan mengenai luang lingkup hak milik pribadi dan hak milik bersama dalam suatu perkawinan agar tidak terjadi kerancuan dan benturan hak milik antara keduanya. 

Benturan hak milik ini biasanya timbul akibat adanya perceraian. Permasalahan pembagian harta ini cukup mendominasi sehingga kerap kali pembagian harta bersama antara mantan suami dan mantan istri ini tak terselesaikan dalam proses perceraian.

Sebelum mengulas lebih jauh mengenai pembagian harta apabila terjadi perceraian, perlu diketahui bersama bahwa yang dimaksud dengan harta bersama dalam perkawinan yang meliputi:

  1. Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung;
  2. Harta yang diperoleh sebagai hadiah, pemberian atau warisan apabila tidak ditentukan demikian;
  3. Utang-utang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami istri.

Baca juga: Harta Gono Gini dalam Perkawinan

Pasal 119 KUHPerdata juga menentukan bahwa, mulai saat perkawinan dilangsungkan, secara hukum berlakulah kesatuan bulat antara kekayaan suami-istri, sekadar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan dengan ketentuan lain. Persatuan harta kekayaan itu sepanjang perkawinan dilaksanakan dan tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami dan istri apa pun.

Akan tetapi, jika bermaksud mengadakan penyimpangan dari ketentuan itu, suami-istri harus menempuh jalan dengan perjanjian kawin yang diatur dalam Pasal 139 sampai Pasal 154 KUHPerdata dan Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan. Pengaturan terbaru mengenai Perjanjian Kawin ini juga didasarkan pada Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015 atas Judicial Review Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan sebelumnya dimaknai hanya sebagai perjanjian perkawinan pisah harta harus dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement) menjadi juga bisa dibuat setelah perkawinan berlangsung (postnuptial agreement). Perjanjian kawin ini dapat dibenarkan sepanjang tidak menyalahi tata Susila dan ketentraman umum dalam masyarakat.

Baca juga: Asas Monogami dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Apabila putusnya tali perkawinan antara suami-istri pembagiannya ditentukan dalam Pasal 128 sampai dengan Pasal 129 KUHPerdata, serta Pasal 37 UU Perkawinan yang menyatakan “Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.”

Lebih lanjut, semua harta yang diperoleh suami-istri selama dalam ikatan perkawinan menjadi harta bersama, baik harta tersebut diperoleh secara tersendiri maupun diperoleh secara bersama-sama. Demikian juga dengan harta yang dibeli selama ikatan perkawinan berlangsung, tidak menjadi masalah siapa yang membeli, maupun apakah antar suami istri tersebut mengetahui pada saat pembeliannya bahkan atas nama siapa harta tersebut didaftarkan.

Demikian Edukasi Hukum kali ini. Penting bagi kita untuk mengetahui kedudukan harta milik pada saat menikah nanti, atau bisa juga mempertimbangkan untuk memiliki perjanjian pra-nikah. Simak Edukasi Hukum lainnya hanya di www.mediajustitia.com.

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...