MediaJustitia.com: Kepemilikan tanah di Indonesia pada umumnya dikuasi oleh masyarakat Indonesia, akan tetapi secara hukum belum demikian. Hal ini dilihat dari banyaknya masyarakat Indonesia yang menguasai lahan tersebut tetapi tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah melalui kepemilikan sertifikat tanah yang di hakinya tersebut.
Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional mengatakan bahwa pada tahun 2019 masyarakat Indonesia yang memiliki sertifikat tanah hanya sekitar 40%. Untuk di awal tahun 2020, adanya peningkatan pendaftaran sertifikat tanah mencapai 11,24 juta pendaftar. Tentunya pendaftar sertifikat tanah mengalami kenaikan dari tahun-tahun sebelumnya. Namun, sebanyak 50% permasalahan tanah masih ditemukan di Indonesia.
Dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 dikenal hak-hak atas tanah seperti Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. Semua hak atas tanah itu memberikan kewenangan kepada orang yang mempunyainya, hanya bedanya terletak pada luasnya kewenangan dalam menggunakannya, yakni untuk keperluan apa dan berapa lama tanah tersebut dapat digunakan. Untuk pengertian Hak Milik sendiri diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), yakni hak milik merupakan hak turun temurun yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan pada Pasal 6 UUPA.
Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting. Hal ini diatur dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang tertuang pada Pasal 19 ayat (1). Bahwa pendaftaran tanah diperuntukkan untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dalam Peratuan Pemerintah.
Baca Juga: Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia
Perlu diketahui bersama jika pendaftaran tanah meliputi:
Surat berupa tanda bukti untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, hak tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan disebut sebagai sertifikat. Hal ini tertuang dalam Pasal 1 angka 20 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Tujuan dari pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Pemberian hak atas tanah dan kegiatan pendaftaran tanah dilakukan di Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah Bada Pertanahan Nasional, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Ini bergantung pada jenis dan luas tanah yang diajukan permintaan hak atas tanah. Hal ini tertuang pada Pasal 3 sampai Pasal 13 Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan.
Untuk biaya dalam pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 ayat (4) UUPA dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah telah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pembayaran untuk pendaftaran tanah tersebut. Namun untuk rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Yang termasuk sebagai pihak tertentu yang dapat dikenakan tarif nol rupiah yaitu:
Perlu diketahui bahwa sertifikat hak atas tanah merupakan produk pemerintah yang lahir karena hukum, dan bersifat konkrit karena diajukan untuk subjek dan objek yang dapat ditentukan. Sertifikat tanah bersifat individual dan final karena tidak ditujukan untuk masyarakat umum, akan tetapi hanya untuk mereka yang namanya telah tercantum dalam sertifikat tersebut dan tidak memerlukan persetujuan dari instansi lain.
Maka, akibat hukum yang ditimbulkan dari kepemilikan sertifikat tanah tersebut untuk menimbulkan keadaan hukum baru atau dapat disebut sebagai constitutieve beschikking sehingga lahir juga hak-hak dan kewajiban-kewajiban baru terhadap orang atau badan hukum tertentu yang telah memiliki surat sertifikat hak atas tanah.
Demikian Edukasi Hukum tentang Pentingnya Memiliki Sertifikat Tanah di Indonesia. Harapannya, artikel ini dapat berguna bagi kita semua terutama dalam pengetahuan mengenai pentingnya memiliki sertifikat tanah di Indonesia. Simak Edukasi Hukum lainnya hanya di www.mediajustitia.com.